Wednesday, June 10, 2015

Etika Dalam Perang Modern



LEMBAR PERNYATAAN


Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama   : Teguh Muhazir D.
NPM   : 18413842
Kelas   : 2IB01

Menyatakan bahwa makalah yang berjudul “Etika Dalam Perang Modern” telah sampai 2453 kata dan bukan merupakan hasil plagiat.


                                                                                                Jakarta, 10 Juni 2015


                                                                                                Teguh Muhazir D.

 I.  Pendahuluan
            A.    Latar Belakang

Makalah saya kali ini akan membahas tentang  etika dalam perang modern. Semenjak masa dimana manusia mulai membangun peradaban. Yaitu ketika manusia mulai hidup berkelompok-kelompok dan membangun kerajaan atau Negara, sejak itu pula perang mengiringi perjalanan peradaban manusia sejak berabad-abad lalu. Sejarah Negara kita pun erat sekali dengan perang, baik pada pada masa kerajaan dahulu, masa penjajahan dari era portugis hingga terakhir penjajahan jepang, bahkan setelah merdeka pun perang masih ada dalam sejarah Negara kita yaitu ketika masa pemberontakan PKI.

Banyak hal yang mendasari terjadinya perang antara lain : keinginan untuk menaklukan atau menjajah suatu Negara, perbedaan ideologi sehingga menimbulkan konflik, hingga perebutan kekuasaan pada suatu Negara. Karena beberapa alasan diatas tersebutlah akhirnya timbul perang. Dalam perang baik pihak yang kalah maupun yang menang pasti akan sama-sama menimbulkan korban jiwa, baik prajurit atau tentara yang berperang maupun warga sipil. Pada perang dunia kedua tercatat 20858800 prajurit yang gugur, sedangkan 27372900 warga sipil terbunuh dalam perang tersebut[1]. Dalam statistik tersebut  jumlah korban jiwa dari warga sipil jauh lebih banyak dibandingkan dengan tentara yang berperang. Dalam setiap perang pasti akan menimbulkan jumlah korban warga sipil yang tidak sedikit, bahkan dalam beberapa kasus jumlah korban warga sipil jauh lebih banyak.

            B.     Rumusan Masalah
Saya telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai batasan dalam pembahasan isi. Beberapa masalah tersebut antara lain :
1.      Pengertian dan Penyebab Perang
2.      Landasan Untuk Berperang
3.      Etika Dalam Berperang
4.      Hasil Akhir Perang
5.      Perjanjian Damai

            C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dalam penulisan makalah ini sebagai berikut :
1.      Mengetahui pengertian dari perang, sebab, tujuan dan hal yang melandasi perang tersebut.
2.      Mengetahui etika apa saja yang harus dipatuhi oleh pihak yang berperang.
3.      Konsekuensi dan hasil akhir dari sebuah perang.

II. Pembahasan
            A.    Pengertian dan Penyebab Perang
            Perang adalah suatu konflik bersenjata antara dua Negara yang berbeda atau antar kelompok dalam suatu Negara.[2] Ada beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya perang, diantaranya : Perbedaan paham atau ideologi, dalam hal ini kita dapat mengambil contoh  perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet. Meskipun kedua Negara tidak pernah terlibat konflik secara langsung, tetapi beberapa perang seperti perang Afghanistan dan perang Vietnam kedua Negara ini secara tidak langsung terlibat dengan memfasilitasi persenjataan pada perang tersebut.
            Sebab yang kedua adalah perbedaan keyakinan atau agama, contoh dari perang ini adalah perang salib pada abad pertengahan selain itu di dalam negeri kita juga dapat mengambil contoh dari konflik ambon pada tahun 1999.
            Sebab ketiga adalah penjajahan yang dilakukan oleh suatu Negara terhadap Negara lainnya. Ada beberapa tujuan yang dijadikan beberapa Negara untuk menjajah suatu Negara diantaranya untuk menguasai sumber daya alam di suatu wilayah. Contoh hal ini adalah penjajahan portugis terhadap Indonesia untuk menguasai rempah-rempah. Selain itu ada juga yang disebabkan untuk menguasai suatu wilayah seperti penjajahan Israel terhadap Palestina yang bertujuan untuk mengusir etnis Palestina agar wilayah mereka dapat dibangun pemukiman Yahudi oleh Israel.
            Sebab Keempat adalah perebutan kekuasaan di suatu Negara atau disebut dengan kudeta. Biasanya kudeta terjadi karena ketidakpuasan rakyat atau suatu kelompok terhadap kinerja pemerintahan. Contoh yang paling nyata saat ini adalah perang di suriah, dimana pemberontak berusaha untuk menggulingkan pemerintahan Bashar Al-Assad.

            B.     Landasan untuk Perang
            Dalam menyelesaikan sebuah konflik yang tidak tercapai titik temu dua belah pihak yang berseteru akan mengambil tindakan perang sebagai jalan akhir. Biasanya sebelum memutuskan untuk berperang negara yang terlibat konflik akan mencoba menyelesaikan permasalahan mereka dengan cara diplomasi terlebih dahulu.Tetapi terkadang pihak yang berperang akan berfikir bahwa tindakan yang mereka ambil untuk berperang adalah sebuah pilihan terbaik. Beberapa negara yang berperang membenarkan pilihan meraka itu dengan mendasarkan pada “Just war theory”  atau teori  pembenaran dalam perang. Yaitu sebuah paradoks dimana membunuh itu diperlukan untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa, dan kehancuran yang diakibatkan oleh perang diperlukan untuk mencegah kehancuran yang lebih besar lagi.[3] Teori ini banyak diadopsi oleh negara-negara barat yang menganut keyakinan Kristen, karena teori ini dicetuskan oleh St. Thomas Aquinas. Teori “Just war” ini memiliki dua kriteria yaitu jus ad bellum (pembenaran untuk berperang) dan jus in bello (perilaku yang tepat dalam perang). Kriteria pertama berkaitan untuk memberikan alasan moral untuk membenarkan pilihan berperang. Sedangkan kriteria kedua berkaitan dengan legitimasi atau hal-hal yang dibenarkan saat berperang. 
            Dalam perspektif Islam perang atau disebut dengan jihad diperbolehkan tetapi harus berada pada batasan-batasan atau koridor yang tidak menyelisihi Al-Quran dan Hadist. Jihad dalam islam memiliki makna yang luas yang tidak sebatas berperang. Untuk jihad berperang ditujukan bersifat menjaga diri bukan untuk mengintervensi atau menyerang pihak lain terlebih dahulu. Makna jihad disini adalah untuk memerangi orang-orang kafir yang menunjukkan sikap dan menyatakan perang terhadap  kaum muslimin yaitu orang-orang kafir dari golongan Kafir Harbi. Orang kafir harbi adalah seluruh orang musyrik dan Ahli kitab yang boleh diperangi atau semua orang kafir yang menampakkan permusuhan dan menyerang kaum Muslimin.

            C.    Etika dalam Berperang
Dalam perang meskipun kedua belah pihak yang berkonflik berusaha saling mengalahkan dan menaklukan satu sama lain tetapi ada beberapa aturan yang seharusnya tidak boleh dilanggar dalam perang karena bertentangan dengan nilai kemanusiaan.
Hal pertama adalah tidak boleh menyerang warga sipil yang tidak bersenjata, terutama wanita dan anak-anak. Prajurit yang berperang tidak memiliki hak untuk membunuh semua orang dalam sebuah perang. Menurut teori tradisional dalam perang prajurit hanya diperbolehkan untuk membunuh prajurit musuh[4]. Semua prajurit yang berperang harus dapat membedakan antara target yang boleh dan tidak boleh untuk diserang. Serangan bersenjata hanya boleh dilakukan kepada prajurit lawan saja, sedangkan serangan terhadap warga sipil yang tidak bersenjata tidak diperbolehkan dalam kondisi apapun. Tindakan penyerangan yang dilakukan secara sengaja oleh prajurit terhadap warga sipil bisa dibilang sebagai tindak terorisme dan merupakan sebuah kejahatan perang. Tanpa peraturan ini salah satu pihak yang berperang akan membenarkan tindakan genosida atau pemberantasan etnis dari pihak lainnya. Meskipun hal ini sudah diatur dalam hukum dan perundang-undangan internasional tetap saja ada beberapa kasus yang dunia internasional dan PBB tidak dapat melakukan tindakan apapun yaitu penyerangan Israel ke Jalur Gaza. Meskipun hal ini sudah menjadi perhatian Internasional dan menimbulkan kecaman keras dari berbagai negara, tidak ada yang dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut. Hal ini seolah menunjukkan bahwa Israel kebal terhadap sanksi dan hukum internasional.
Selain daripada itu jika pasukan tentara salah satu pihak menyerang pasukan tentara lain yang sedang dalam kedaan tidak siap atau tidak bersenjata hal tersebut boleh dilakukan dan tidak menyalahi aturan karena target yang diserang adalah pasukan prajurit musuh. Hal ini sesuai dengan teori perang tradisional dimana prajurit lawan adalah target yang diperbolehkan untuk diserang karena mereka dianggap dapat memberikan suatu ancaman jika dipersenjatai atau memegang senjata. Jika ada warga sipil yang menyerang secara tiba-tiba dengan mempergunakan senjata maka prajurit boleh melakukan serangan balasan sebagai aksi dari pembelaan diri. Hal tersebut tidak menyalahi aturan karena jika warga sipil tersebut memegang dan mempergunakan senjata maka itu sudah dianggap sebuah ancaman bagi prajurit. Karena sesuai dengan hukum dari perang dimana warga sipil yang mengambil bagian dalam konflik senjata, baik secara individual maupun berkelompok akan menjadi target serangan yang sah.[5]
Jika ada korban yang terluka akibat perang baik warga sipil maupun prajurit yang berperang mereka harus dihormati dan dilindungi dalam keadaan apapun, tidak boleh ada upaya untuk menyerang atau melukai mereka. Mereka harus mendapatkan perlakuan yang manusiawi dan mendapatkan perawatan medis.[6] Aturan ini telah disepakati pada konvensi jenewa pada tahun 1949. Setiap prajurit yang gugur dalam perang wajib diidentifikasi jika memungkinkan dengan pemeriksaan medis, sebelum dibawa kepada keluarga mereka atau dikuburkan. Hal ini untuk menunjukkan moral bahwa setiap jiwa yang gugur dalam perang akan diingat dan suatu saat akan dikenang jasanya terhadap negara.
Jika dalam peperangan salah satu pihak berhasil mengalahkan dan menangkap beberapa prajurit musuh maka mereka dapat dijadikan sebagai tahanan perang namun tetap berada dalam peraturan hukum internasional yang mengatur tentang tahanan perang. Tahanan perang berada dalam kekuasaan negara yang menahannya bukan dalam kekuasaan individual atau kelompok yang menangkapnya tanpa mengurangi hak asasi manusia dari yang tertahan. Tahanan perang boleh dijadikan subjek dari pendisiplinan dari pihak yang menangkap. Selain itu pihak yang menangkap wajib memberikan makanan dan pakaian tahanan yang layak bagi tahanan dan memberikan perawatan medis jika diperlukan, tergantung dari kondisi tahanan.
Dalam kondisi perang salah satu pihak yang berperang dapat mengajukan gencatan senjata kepada pihak lawan. Gencatan senjata adalah sebuah perjanjian antar pihak yang berperang untuk mengakhiri kontak senjata satu sama lain dalam suatu periode waktu meskipun begitu kedua pihak masih dalam status berperang.[7] Prajurit yang membawa atau mengibarkan bendera putih tidak boleh diserang begitu pula sebaliknya mereka tidak boleh menyerang. Menyerang kelompok yang memperlihatkan bendera putih atau mempergunakan bendera putih sebagai tipuan untuk menyerang pihak lawan dianggap sebagai tindak kejahatan perang.
Dalam perang terkadang salah satu pihak menggunakan segala macam cara untuk mendapatkan kemenangan dan mengakhiri perang secepatnya. Salah satunya adalah dengan menggunakan bom atom atau bom nuklir. Bom nuklir pertama dan satu-satunya yang dipergunakan saat ini dalam perang adalah little boy dan fat man yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang. Bom pertama yang dijatuhkan di Hiroshima mengakibatkan korban jiwa sebanyak 80000. Bom kedua yang dijatuhkan tiga hari berselang di Nagasaki mengakibatkan korban jiwa sebanyak 40000. Sebulan setelah pengeboman 100000 orang lebih meninggal akibat radiasi dari bom atom tersebut. Enam hari berselang setelah pengeboman di Nagasaki, Jepang menyerah kepada sekutu. Memang benar bahwa penggunaan bom nuklir bisa dengan cepat mengakhiri perang, memaksa salah satu pihak untuk menyerah agar tidak timbul lebih banyak warga sipil yang menjadi korban jiwa. Pada kasus Hiroshima dan Nagasaki target pengeboman adalah kota dengan jumlah penduduk yang banyak sehingga korban warga sipil yang jatuh sangat banyak. Padahal dalam kode etik perang tidak diperbolehkan membunuh warga sipil. Selain dampak korban jiwa bom atom juga memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan. Efek Radiasi berkepanjangan dari bom akan mencemari lingkungan tempat bom dijatuhkan. Meskipun banyak suara yang menyerukan untuk penghentian penggunaan bom atom dalam perang nyatanya beberapa negara masih menyimpan hulu ledak nuklir di gudang persenjataan mereka seperti: Prancis, Inggris, Russia, China dan Amerika Serikat. Amerika Serikat sendiri memiliki 5000 senjata nuklir, sedangkan Russia memliki 4500 senjata nuklir.[8]
Segala bentuk tindakan yang melanggar etika perang dan melanggar hak asasi manusia yang dilakukan dengan sengaja, seperti beberapa contohnya yang telah disebutkan sebelumnya akan dianggap sebagai sebuah kejahatan perang. Kejahatan perang tersebut akan ditindak oleh International Criminal Court (ICC). Sebuah lembaga internasional yang berfungsi untuk mengadili para pelaku kejahatan perang.

      D.    Perjanjian Damai dan Konsekuensi Perang
Dalam perang selalu ada hasil akhir. Ada pihak yang menang ada pula pihak yang kalah. Setelah perang biasanya akan dibuat sebuah perjanjian damai. Perjanjian damai ini adalah sebuah kesepakatan yang dibuat oleh dua pihak yang berperang yang secara formal mengakhiri status perang antara dua kubu. Dalam perjanjian damai ini pada pihak yang kalah akan dikenakan kompensasi baik secara materil maupun immaterial. Seperti membayar biaya ganti untuk merekonstruksi kembali kota-kota yang hancur dari negara yang memenangkan perang, menyediakan buruh atau pekerja untuk merekonstruksi, pengurangan batas wilayah negara, dan mendapatkan sanksi ekonomi dan militer secara internasional.
Sebagai contoh, hasil akhir dari perang dunia pertama yang menghasilkan Treaty of Versailles, Jerman diharuskan mengganti kerugian sebesar 6 miliar euro dan kehilangan 13 persen dari wilayah teritori-nya. Selain itu Jerman juga diharuskan mengurangi personil militernya. Hal ini ditujukan untuk melemahkan Jerman, agar memberikan rasa aman bagi negara-negara tetangga dari invasi Jerman.[9]




III. Kesimpulan
Selama perjalanan peradaban manusia tidak pernah luput atau lepas dari perang, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk serakah, selalu menginginkan lebih dari apa yang mereka dapatkan. Karena itulah sering terjadi pergesekan kepentingan dan kekuasaan sehingga menimbulkan konflik, yang pada akhirnya tidak bisa dielesaikan dengan cara diplomasi dan timbulah perang. Ada beberapa hal yang memicu terjadinya perang yaitu :
1.      Perbedaan paham atau Ideologi dari suatu negara yang saling berebut pengaruh.
2.      Perbedaan keyakinan atau agama yang berujung pada konflik.
3.      Penjajahan atau suatu negara yg berusaha menguasai sumber daya negara lain.
4.      Kudeta atau perebutan kekuasaan.
Seiring dengan majunya peradaban perang yang pada zaman dahulu dilakukan secara sadis, barbar dan tanpa aturan, kini meskipun tetap merupakan suatu solusi yang kasar tetapi ada koridor dan batasan-batasan moral dalam perang. Dimana semua itu sudah melalui suatu kesepakatan antar negara yang melahirkan konvensi jenewa. Konvensi Jenewa ini lebih mengutamakan keselamatan dari warga sipil dan menjaga hak-hak asasi manusia selama perang. Beberapa kode etik yang harus dipatuhi selama perang diantaranya adalah larangan untuk menyerang warga sipil yang tidak bersenjata, terutama wanita dan anak-anak. Tindakan penyerangan terhadap warga sipil merupakan suatu kejahatan perang yang dapat ditindak lanjuti di mahkamah internasional yaitu ICC (International Criminal Court).
Pihak yang berperang dapat melakukan gencatan senjata yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Yaitu untuk menghentikan kontak senjata dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Gencatan senjata ini biasanya dilakukan untuk mengevakuasi warga sipil yang berada di medan perang terlebih dahulu, atau untuk menghimpun kembali kekuatan tempur dan personil militer.
Ketika perang telah usai biasanya akan dibuat sebuah perjanjian damai, dan juga pihak yang kalah dalam perang akan menerima konsekuensi berupa penggantian biaya rekonstruksi infrastruktur yang hancur karena perang dan juga harus menyediakan tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan tersebut. Selain itu bisa juga dikenakan sanksi pengurangan batas wilayah negara untuk mengurangi kemungkinan konflik kembali dengan negara tetangga.
Dua negara atau kubu yang tengah menghadapi konflik sebaiknya menggunakan cara diplomasi secara maksimal untuk menghindari terjadinya perang. Seharusnya opsi perang itu harus dihapuskan dari jalan penyelasiannya karena pihak yang banyak menjadi  korban adalah warga sipil. Mereka harus kehilangan tempat  tinggal bahkan juga nyawa. Bahkan dalam kasus pengeboman Hiroshima dan Nagasaki mereka menjadi target penyerangan dari Amerika Serikat, dengan dalih untuk menyelesaikan perang dengan secepatnya agar pihak jepang menyerah. Para pemimpin dunia seharusnya melihat kebelakang dan merenungkan apakah yang didapat dari berperang. Karena sesungguhnya tidak ada pihak yang menang dalam perang, mereka sama-sama mengalami kerugian. Setiap permasalahan pasti ada solusi damai yang dapat diupayakan tanpa jalan kekerasan.



Daftar Pustaka
3.      Robert E. Williams Jr. & Dan Galdwell, Jus Post Bellum: Just War Theory and the Priciple of Just Peace, Pepperdine University,  2006.
4.      Jeff McMahan, Ethics of Killing in War, The University of Chicago, 2004.
5.      MAJ Keith E. Puls, Law of War Handbook, International and Operational Law Department, 2005.
6.      Summary of The Geneva Conventions of 12 August 1949 and Their Additional Protocol, Switzewrland, 2012.
8.      Charles J. Moxley Jr., John Burroughs, Jonathan Granoff, Nuclear Weapons and International Law.
9.      http://www.history.co.uk/study-topics/history-of-ww2/treaty-of-versailles
11.  https://www.icrc.org/customary-ihl/eng/docs/v1_cha_chapter44_rule156



[1] http://warchronicle.com/numbers/WWII/deaths.htm
[2] http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/war
[3] Robert E. Williams Jr. & Dan Galdwell, Jus Post Bellum: Just War Theory and the Priciple of Just Peace, Pepperdine University,  2006, Hlm 1.
[4] Jeff McMahan, Ethics of Killing in War, The University of Chicago, 2004, Hlm. 694.
[5] MAJ Keith E. Puls, Law of War Handbook, International and Operational Law Department, 2005, Hlm. 142.
[6] Summary of The Geneva Conventions of 12 August 1949 and Their Additional Protocol, Switzewrland, 2012, Hlm.5.
[7] http://definitions.uslegal.com/t/truce/
[8] Charles J. Moxley Jr., John Burroughs, Jonathan Granoff, Nuclear Weapons and International Law, Hlm. 598
[9] http://www.history.co.uk/study-topics/history-of-ww2/treaty-of-versailles